Sabtu, 29 Januari 2011

MAGNET

Posted by chatra deorizky 20.20, under | No comments


Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama Manisa (sekarang berada di wilayah Turki) di mana terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut.
Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam berwujud magnet tetap atau magnet tidak tetap. Magnet yang sekarang ini ada hampir semuanya adalah magnet buatan.
Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu: kutub utara (north/ N) dan kutub selatan (south/ S). Walaupun magnet itu dipotong-potong, potongan magnet kecil tersebut akan tetap memiliki dua kutub.
Magnet dapat menarik benda lain. Beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet.
Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik pada Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber. 1 weber/m^2 = 1 tesla, yang mempengaruhi satu meter persegi.

1.    Jenis magnet

A.  Magnet tetap:

Magnet tetap tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik).
Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:

B.   Magnet tidak tetap:

Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet.
Magnet buatan
Magnet buatan meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini.
Bentuk magnet buatan antara lain:
  • Magnet U
  • Magnet ladam
  • Magnet batang
  • Magnet lingkaran
  • Magnet jarum (kompas)

2.   Cara membuat magnet

Cara membuat magnet antara lain:
  • Digosok dengan magnet lain secara searah.
  • Induksi magnet.
  • Magnet diletakkan pada solenoida(kumparan kawat berbentuk tabung panjang dengan lilitan yang sangat rapat) dan dialiri arus listrik searah (DC).
Bahan yang biasa dijadikan magnet adalah: besi dan baja. Besi lebih mudah untuk dijadikan magnet daripada baja. Tapi sifat kemagnetan besi lebih mudah hilang daripada baja. Oleh sebab itu, besi lebih sering digunakan untuk membuat elektromagnet.

3.   Menghilangkan sifat kemagnetan

Cara menghilangkan sifat kemagnetan antara lain:
  • Dibakar.
  • Dibanting-banting.
  • Dipukul-pukul.
  • Magnet diletakkan pada solenoida(kumparan kawat berbentuk tabung panjang dengan lilitan yang sangat rapat) dan dialiri arus listrik bolak-balik (AC).


Elektron

Posted by chatra deorizky 20.11, under | No comments


1. Elektron 

Elektron adalah partikel subatomik yang bermuatan negatif dan umumnya ditulis sebaga e-. Elektron tidak memiliki komponen dasar ataupun substruktur apapun yang diketahui, sehingga ia dipercayai sebagai partikel elementer.[2] Elektron memiliki massa sekitar 1/1836 massa proton.[3] Mometum sudut (spin) instrinsik elektron adalah setengah nilai integer dalam satuan ħ, yang berarti bahwa ia termasuk fermion. Antipartikel elektron disebut sebagai positron, yang identik dengan elektron, kecuali bahwa ia bermuatan positif. Ketika sebuah elektron bertumbukan dengan positron, keduanya kemungkinan dapat saling berhambur ataupun musnah total, menghasilan sepasang (atau lebih) foton sinar gama. Elektron, yang termasuk ke dalam generasi keluarga partikel lepton pertama,[4] berpartisipasi dalam interaksi gravitasional, interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah.[5] Sama seperti semua materi, elektron memiliki sifat bak partikel maupun bak gelombang (dualitas gelombang-partikel), sehingga ia dapat bertumbukkan dengan partikel lain dan berdifraksi seperti cahaya. Oleh karena elektron termasuk fermion, tiada dua elektron yang dapat menduduki keadaan kuantum yang sama sesuai dengan asas pengecualian Pauli.[4]
Konsep muatan listrik yang tidak dapat dibagi-bagi lagi diteorikan untuk menjelaskan sifat-sifat kimiawi atom oleh filsuf alam Richard Laming pada awal tahun 1838;[6] nama electron diperkenalkan untuk menamakan muatan ini pada tahun 1894 oleh fisikawan Irlandia George Johnstone Stoney. Elektron berhasil diidentifikasikan sebagai partikel pada tahun 1897 oleh J. J. Thomson.[1][7]
Dalam banyak fenomena fisika, seperti listrik, magnetisme dan konduktivitas termal, elektron memainkan peran yang sangat penting. Suatu elektron yang bergerak relatif terhadap pengamat akan menghasilkan medan magnetik dan lintasan elektron tersebut juga akan dilengkungkan oleh medan magnetik eksternal. Ketika sebuah elektron dipercepat, ia dapat menyerap ataupun memancarkan energi dalam bentuk foton. Elektron bersama-sama dengan inti atom yang terdiri dari proton dan neutron, membentuk atom. Namun, elektron hanya menduduki 0,06% massa total atom. Gaya tarik Coulomb antara elektron dengan proton menyebabkan elektron terikat dalam atom. Pertukaran ataupun perkongsian elektron antara dua atau lebih atom merupakan sebab utama terjadinya ikatan kimia.[8]
Menurut teorinya, kebanyakan elektron dalam alam semesta diciptakan pada persitiwa Big Bang, namun ia juga dapat diciptakan melalui peluruhan beta isotop radioaktif maupun dalam tumbukan berenergi tinggi, misalnya pada saat sinar kosmis memasuki atmosfer. Elektron dapat dihancurkan melalui pemusnahan dengan positron, maupun dapat diserap semasa nukleosintesis bintang. Peralatan-peralatan laboratorium modern dapat digunakan untuk memuat ataupun memantau elektron individual. Elektron memiliki banyak aplikasinya dalam teknologi modern, misalnya dalam mikroskop elektron, terapi radiasi, dan pemercepat partikel.

2.    Penemuan elektron
Seberkas elektron dibelokkan menjadi lingkaran oleh medan magnet[19]
Fisikawan Jerman Johann Wilhelm Hittorf melakukan kajian mengenai konduktivitas listrik dalam gas. Pada tahun 1869, ia menemukan sebuah pancaran yang dipancarkan dari katoda yang ukurannya meningkat seiring dengan menurunnya tekanan gas. Pada tahun 1876, fisikawan Jerman Eugen Goldstein menunjukkan bahwa sinar pancaran ini menghasilkan bayangnya, dan ia menamakannya sinar katoda.[20] Semasa tahun 1870-an, kimiawan dan fisikawan Inggris William Crookes mengembangkan tabung katoda pertama yang vakum.[21] Ia kemudian menunjukkan sinar berpendar yang tampak di dalam tabung tersebut membawa energi dan bergerak dari katoda ke anoda. Lebih jauh lagi, menggunakan medan magnetik, ia dapat membelokkan sinar tersebut dan mendemonstrasikan bahwa berkas ini berperilaku seolah-olah ia bermuatan negatif.[22][23] Pada athun 1879, ia mengajukan bahwa sifat-sifat ini dapat dijelaskan menggunakan apa yang ia istilahkan sebagai 'materi radian' (radiant matter). Ia mengajukan ini adalah keadaan materi keempat, yang terdiri dari molekul-molekul bermuatan negatif yang diproyeksikan dengan kecepatan tinggi dari katoda.[24]
Fisikawan Britania kelahiran Jerman Arthur Schuster memperluas eksperimen Crookes dengan memasang dua pelat logam secara paralel terhadap sinar katoda dan memberikan potensial listrik antara dua pelat tersebut. Medan ini kemudian membelokkan sinar menuju pelat bermuatan positif, memberikan bukti lebih jauh bahwa sinar ini mengandung muatan negatif. Dengan mengukur jumlah pembelokkan sinar sesuai dengan arus listrik yang diberikan, pada tahun 1890, Schuster berhasil memperkirakan rasio massa terhadap muatan komponen-komponen sinar. Namun, perhitungan ini menghasilkan nilai yang seribu kali lebih besar daripada yang diperkirakan, sehingga perhitungan ini tidak dipercayai pada saat itu.[22][25]
Pada tahun 1896, fisikawan Britania J. J. Thomson, bersama dengan koleganya John S. Townsend dan H. A. Wilson,[1] melakukan eksperimen yang mengindikasikan bahwa sinar katoda benar-benar merupakan partikel baru dan bukanlah gelombang, atom, ataupun molekul seperti yang dipercayai sebelumnya. Thomson membuat perkiraan yang cukup baik dalam menentukan muatan e dan massa m, dan menemukan bahwa partikel sinar katoda, yang ia sebut "corpuscles" mungkin bermassa seperseribu massa ion terkecil yang pernah diketahui (hidrogen).[7] Ia menunjukkan bahwa rasio massa terhadap muatan, e/m, tidak tergantung pada material katoda. Ia lebih jauh lagi menunjukkan bahwa partikel bermuatan negatif yang dihasilkan oleh bahan-bahan radioaktif, bahan-bahan yang dipanaskan, atau bahan-bahan yang berpendar bersifat universal.[26] Nama elektron kemudian diajukan untuk menamakan partikel ini oleh fisikawan Irlandia George F. Fitzgerald, dan seterusnya mendapatkan penerimaan yang universal.[22]
Manakala sedang mengkaji mineral fluoresens pada tahun 1896, fisikawan Perancis Henri Becquerel menemukan bahwa mineral tersebut memancarkan radiasi tanpa terpapar dengan sumber energi eksternal. Bahan radioaktif ini menarik perhatian banyak ilmuwan, meliputi ilmuwan Selandia Baru Ernest Rutherford yang menemukan bahwa partikel ini memancarkan partikel. Ia melabelkan partikel ini sebagai partikel alfa dan partikel beta berdasarkan kemampuannya menembus materi.[27] Pada tahun 1900, Becquerel menunjukkan bahwa emisi sinar beta oleh radium dapat dibelokkan oleh medan listrik, dan rasio massa terhadap muatannya adalah sama dengan rasio massa terhadap muatan sinar katoda.[28] Bukti ini menguatkan pandangan bahwa elektron merupakan komponen atom.[29][30]
Muatan elektron kemudian diukur lebih seksama lagi oleh fisikawan Amerika Robert Millikan dalam Percobaan tetesan minyak pada tahun 1909. Hasil percobaan ini dipublikasikan pada tahun 1911. Percobaan ini menggunakan medan listrik untuk mencegah tetesan minyak bermuatan jatuh sebagai akibat dari gravitasi. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini dapat mengukur muatan listrik dari 1–150 ion dengan batas kesalahan kurang dari 0,3%. Percobaan yang mirip dengan percobaan Millikan sebelumnya telah dilakukan oleh Thomson, menggunakan tetesan awan air bermuatan yang dihasilkan dari elektrolisis,[1] dan oleh Abram Ioffe pada tahun 1911, yang secara independen mendapatkan hasil yang sama dengan Millikan menggunakan mikropartikel logam bermuatan. Ia mempublikasikan hasil percobaannya pada tahun 1913.[31] Namun, tetesan minyak lebih stabil daripada tetesan air karena laju penguapan minyak yang lebih lambat, sehingga lebih cocok digunakan untuk percobaan dalam periode waktu yang lama.[32]
Sekitar permulaan abad ke-20, ditemukan bahwa di bawah kondisi tertentu, partikel bermuatan yang bergerak cepat dapat menyebabkan kondensasi uap air yang lewat jenuh di sepanjang lintasan partikel tersebut. pada tahun 1911, Charles Wilson menggunakan prinsip ini untuk membangun bilik kabut, mengijikan pelacakan partikel-partikel bermuatan seperti elektron yang bergerak cepat untuk difoto.[33]
3.    Teori atom

Model atom Bohr, menunjukkan keadaan elektron dengan energi terkuantisasi n. Sebuah elektron yang jatuh ke orbit bawah memancarkan foton yang energinya sama dengan perbedaan energi antar orbit.
Pada tahun 1914, percobaan yang dilakukan oleh fisikawan Ernest Rutherford, Henry Moseley, James Franck dan Gustav Hertz secara garis besar telah berhasil membangun model struktur atom sebagai inti atom bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron bermassa kecil.[34] Pada tahun 1913, fisikawan Denmark Niels Bohr berpostulat bahwa elektron berada dalam keadaan energi terkuantisasi, dengan energinya ditentukan berdasarkan momentum sudut orbit elektron di sekitar inti. Elektron dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain (atau orbit) dengan memancarkan emisi ataupun menyerap foton pada frekuensi tertentu. Menggunakan model orbit terkuantisasi ini, ia secara akurat berhasil menjelaskan garis spektrum atom hidrogen.[35] Namun, model Bohr gagal menjelaskan intensitas relatif garis spektrum ini dan gagal pula dalam menjelaskan spektrum atom yang lebih kompleks.[34]
Ikatan kimia antar atom dijelaskan oleh Gilbert Newton Lewis, yang pada tahun 1916 mengajukan bahwa ikatan kovalen antar dua atom dijaga oleh sepasangan elektron yang dibagikan diantara dua atom yang berikatan.[36] Kemudian, pada tahun 1923, Walter Heitler dan Fritz London memberikan penjelasan penuh mengenai formasi pasangan elektron dan ikatan kimia berdasarkan mekanika kuantum.[37] Pada tahun 1919, kimiawan Amerika Irving Langmuir menjabarkan lebih lanjut lagi model statis atom Lewis dan mengajukan bahwa semua elektron terdistribusikan dalam "kulit-kulit bola konsentris, kesemuannya berketebalan sama".[38] Kulit tersebut kemudian dibagi olehnya ke dalam sejumlah sel yang tiap-tiap sel mengandung sepasangan elektron. Dengan model ini, Langmuir berhasil secara kualitatif menjelaskan sifat-sifat kimia semua unsur dalam tabel periodik.[37]
Pada tahun 1924, fisikawan Austria Wolfang Pauli memantau bahwa struktur seperi kulit atom ini dapat dijelaskan menggunakan empat parameter yang menentukan tiap-tiap keadaan energi kuantum sepanjang tiap keadaan diduduki oleh tidak lebih dari satu elektron tunggal. Pelarangan adanya lebih dari satu elektron menduduki keadaan energi kuantum yang sama dikenal sebagai asas pengecualian Pauli.)[39] Mekanisme fisika yang menjelaskan parameter keempat, yang memiliki dua nilai berbeda, diberikan oleh fisikawan Belanda Abraham Goudsmith dan George Uhlenbeck ketika mereka mengajukan bahwa elektron, selain momentum sudut orbitnya, juga dapat memiliki momentum sudut intrinsiknya sendiri.[34][40] Ciri ini kemudian dikenal sebagai spin, yang menjelaskan pemisahan garis spektrum yang terpantau pada spektrometer beresolusi tinggi. Fenomena ini dikenal sebagai pemisahan struktur halus.[41]
 

Kesenian Indonesia

Posted by chatra deorizky 02.25, under | No comments

 
1.    Upacara Tabuik Sumatera Barat.

Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam. Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umatIslam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.


2.    Debus
Atraksi yang sangat berbahaya yang biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.
Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih.
Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus.


3.    Karapan sapi
Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang.


4.    Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.


5.    Kuda Lumping
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Malaysia dan Singapura.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.