Kalau
banyak kepala daerah sedang bingung dengan bagaimana caranya mengeyahkan sampah
di kotanya, Michiaki Shigehiro justru sedang pusing mencari timbunan sampah
yang cukup banyak: “kalau bisa yang lebih dari 100 ton per hari!” begitu
kira-kira dia berkata.
Untuk
apa Shigehiro mencari tumpukan sampah seabrek-abrek? ternyata dia mau
mengubahnya menjadi energi listrik. Shigehiro adalah general business
manager sebuah perusahaan yang mengubah
sampah menjadi energi dengan menggunakan teknologi plasma arc, sebuah
“sentakan” listrik yang mengionisasi gas dalam sebuah bilik (chamber) dan
menghasilkan temperatur lebih dari 16.000°C, setara dengan 3 kali panasnya
permukaan matahari. Sebuah teknologi seharga USD 59 juta, yang untuk menutupi
investasi yang besar itu diperlukan timbunan sampah yang melimpah.
Plasma arc sendiri sebenarnya adalah sebuah teknologi lama,
meskipun pemanfaatannya untuk pengolahan sampah dalam skala besar masih
termasuk baru. Teknologi ini telah dikembangkan dan digunakan oleh NASA
sejak tahun 60-an untuk mensimulasikan temperatur tinggi yang dialami pesawat
ruang angkasa ketika memasuki atmosfer bumi. Semenjak perusahaan-perusahaan
seperti Startech dan Westinghouse Plasma di Madison mengembangkan plasma arc
pada tahun 90-an yang digunakan oleh Geoplasma untuk mengolah sampah, “obor”
plasma (plasma torches) ini banyak digunakan untuk melumerkan sisa
logam atau menghancurkan material yang berbahaya.
Pembangkit Utashinai di Jepang sudah mampu menghasilkan 3000
megawatt energi per tahun, yang semuanya digunakan untuk menjalankan pembangkit
tersebut. Nah, sekarang mereka sedang bingung mencari sampah, karena suplai
sampah di kota itu semakin berkurang. Namun demikian, selama ini ternyata
baru 60% sampah (dari yang diharapkan oleh perusahaan) yang bisa diolah, selain
itu energi listrik yang dihasilkan masih terbatas untuk digunakan oleh
pembangkit itu saja, belum ada yang dijual. Fasilitas yang ada juga mengalami
masalah operasional, dimana satu dari 2 fasilitas plasma arc yang ada
sering tak beroperasi untuk perbaikan. Dan kalau kedua fasilitas yang ada itu
berjalan semua, eh sampahnya yang tidak cukup.
Pada pembangkit Utashinai, energi yang mampu diubah menjadi
listrik hanya 15% saja, karena turbin gas yang digunakan dalam pembangkit ini lebih
murah harganya jika dibandingkan dengan apa yang tengah dirancang oleh
Geoplasma. Geoplasma rencananya akan menggunakan turbin gas seharga USD 40 juta
dengan efisiensi 40%.
sumber : lembagaenergihijau.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar