Selasa, 19 Juni 2012

Lingkungan untuk hidup

Posted by chatra deorizky 22.36, under | No comments

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.

Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :

1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.
Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.
Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.

2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu
Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.
Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
  1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
  2. Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
  3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
  4. Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga di kamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.
 sumber : akhmadsudrajat.wordpress.com

Pengolahan sampah menjadi energi listrik

Posted by chatra deorizky 22.21, under | No comments

Kalau banyak kepala daerah sedang bingung dengan bagaimana caranya mengeyahkan sampah di kotanya, Michiaki Shigehiro justru sedang pusing mencari timbunan sampah yang cukup banyak: “kalau bisa yang lebih dari 100 ton per hari!” begitu kira-kira dia berkata.

Untuk apa Shigehiro mencari tumpukan sampah seabrek-abrek? ternyata dia mau mengubahnya menjadi energi listrik. Shigehiro adalah general business manager  sebuah perusahaan yang mengubah sampah menjadi energi dengan menggunakan teknologi plasma arc, sebuah “sentakan” listrik yang mengionisasi gas dalam sebuah bilik (chamber) dan menghasilkan temperatur lebih dari 16.000°C, setara dengan 3 kali panasnya permukaan matahari. Sebuah teknologi seharga USD 59 juta, yang untuk menutupi investasi yang besar itu diperlukan timbunan sampah yang melimpah.

Secara teori pembuangan sampah akan menjadi bisnis yang menguntungkan dan ramah lingkungan dengan mengubah sampah yang digaskan (gassified waste) menjadi energi. Di atas kertas, Sampah Padat Perkotaan (SPP) mengandung sepertiga hingga setengah energi batubara pertonnya dan mampu untuk memasok energi dalam skala nasional. Pembangkit plasma Utashinai adalah satu-satunya fasilitas pendaur ulang SPP menjadi energi yang sudah beroperasi dan mampu untuk bertahan hidup sejak tahun 2002.


Plasma arc sendiri sebenarnya adalah sebuah teknologi lama, meskipun pemanfaatannya untuk pengolahan sampah dalam skala besar masih termasuk baru. Teknologi ini telah dikembangkan dan digunakan oleh NASA sejak tahun 60-an untuk mensimulasikan temperatur tinggi yang dialami pesawat ruang angkasa ketika memasuki atmosfer bumi. Semenjak perusahaan-perusahaan seperti Startech dan Westinghouse Plasma di Madison mengembangkan plasma arc pada tahun 90-an yang digunakan oleh Geoplasma untuk mengolah sampah, “obor” plasma (plasma torches) ini banyak digunakan untuk melumerkan sisa logam atau menghancurkan material yang berbahaya.

Pembangkit Utashinai di Jepang sudah mampu menghasilkan 3000 megawatt energi per tahun, yang semuanya digunakan untuk menjalankan pembangkit tersebut. Nah, sekarang mereka sedang bingung mencari sampah, karena suplai sampah di kota itu semakin berkurang. Namun demikian, selama ini ternyata baru 60% sampah (dari yang diharapkan oleh perusahaan) yang bisa diolah, selain itu energi listrik yang dihasilkan masih terbatas untuk digunakan oleh pembangkit itu saja, belum ada yang dijual. Fasilitas yang ada juga mengalami masalah operasional, dimana satu dari 2 fasilitas plasma arc yang ada sering tak beroperasi untuk perbaikan. Dan kalau kedua fasilitas yang ada itu berjalan semua, eh sampahnya yang tidak cukup.

Pada pembangkit Utashinai, energi yang mampu diubah menjadi listrik hanya 15% saja, karena turbin gas yang digunakan dalam pembangkit ini lebih murah harganya jika dibandingkan dengan apa yang tengah dirancang oleh Geoplasma. Geoplasma rencananya akan menggunakan turbin gas seharga USD 40 juta dengan efisiensi 40%.


sumber : lembagaenergihijau.blogspot.com